Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah merupakan kebijaksanaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disusun berdasarkan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai pertimbangan lainnya dengan maksud agar penyusunan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mudah dilakukan. Pada sisi yang lain Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat pula menjadi sarana bagi pihak tertentu untuk melihat atau mengetahui kemampuan daerah baik dari sisi pendapatan maupun sisi belanja.
Munandar (1999: 10) menyatakan bahwa anggaran mempunyai tiga kegunaan pokok yaitu sebagai pedoman kerja, sebagai alat pengkoordinasian kerja serta sebagai alat pengawasan kerja. Dengan melihat kegunaan pokok dari anggaran tersebut maka pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat berfungsi sebagai : pertama fungsi perencanaan, dalam perencanaan APBD adalah penentuan tujuan yang akan dicapai sesuai dengan kebijaksanaan yang telah disepakati misalnya target penerimaan yang akan dicapai, jumlah investasi yang akan ditambah, rencana pengeluaran yang akan dibiayai. Kedua, fungsi koordinasi anggaran berfungsi sebagai alat mengkoordinasikan rencana dan tindakan berbagai unit atau segmen yang ada dalam organisasi, agar dapat bekerja secara selaras ke arah tercapainya tujuan yang diharapkan. Ketiga, fungsi komunikasi jika yang dikehendaki dapat berfungsi secara efisien maka saluran komunikasi terhadap berbagai unit dalam penyampaian informasi yang berhubungan dengan tujuan, strategi, kebijaksanaan, pelaksanaan dan penyimpangan yang timbul dapat teratasi. Keempat, fungsi motivasi anggaran berfungsi pula sebagai alat untuk memotivasi para pelaksana dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan untuk mencapai tujuan. Kelima, fungsi pengendalian dan evaluasi, anggaran dapat berfungsi sebagai alat-alat pengendalian yang pada dasarnya dapat membandingkan antara rencana dengan pelaksanaan sehingga dapat ditentukan penyimpangan yang timbul dan penyimpangan tersebut sebagai dasar evaluasi atau penilaian prestasi dan sekaligus merupakan umpan balik pada masa yang akan datang.
Perkembangan APBD terutama di sisi pendapatan daerah dapat menjadi dasar perencanaan jangka pendek (satu tahun) dengan asumsi bahwa perkembangan yang akan terjadi pada satu tahun ke depan relatif sama. Pendapatan asli daerah merupakan pencerminan dari potensi ekonomi daerah, untuk itu tidak berlebihan apabila pemerintah pusat menjadikan PAD sebagai kriteria utama dalam pemberian otonomi kepada daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan keterlibatan segenap unsur dan lapisan masyarakat, serta memberikan kekuasaan bagi pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah sehingga peran pemerintah adalah sebagai katalisator dan fasilitator karena pihak pemerintahlah yang lebih mengetahui sasaran dan tujuan pembangunan yang akan dicapai. Sebagai katalisator dan fasilitator tentunya membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pendukung dalam rangka terlaksananya pembangunan secara berkesinambungan.
Anggaran belanja rutin merupakan salah satu alternatif yang dapat merangsang kesinambungan serta konsistensi pembangunan di daerah secara keseluruhan menuju tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama. Oleh sebab itu, kegiatan rutin yang akan dilaksanakan merupakan salah satu aspek yang menentukan keberhasilan pembangunan di daerah.
Bertitik tolak dari hasil pembangunan yang akan dicapai dengan tetap memperhatikan fasilitas keterbatasan sumber daya yang ada maka dalam rangka untuk memenuhi tujuan pembangunan baik secara nasional atau regional perlu mengarahkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara berdaya guna dan berhasil guna dengan disertai pengawasan dan pengendalian yang ketat baik yang dilakukan oleh aparat tingkat atas maupun tingkat daerah serta jajarannya sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Jaya (1999: 11) menyatakan bahwa sumber pembiayaan pembangunan yang penting untuk diperhatikan adalah penerimaan daerah sendiri, karena sumber inilah yang merupakan wujud partisipasi langsung masyarakat suatu daerah dalam mendukung proses pembangunan. Pengelolaan keuangan daerah sangat besar pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah yang kuat dan berkuasa serta mampu mengembangkan kebesarannya atau menjadi tidak berdaya tergantung pada cara mengelola keuangannya. Dalam hal ini pengelolaan keuangan daerah mengandung beberapa kepengurusan di mana kepengurusan umum atau yang sering disebut pengurusan administrasi dan kepengurusan khusus atau juga sering disebut pengurusan bendaharawan.
Pengurusan umum erat hubungannya dengan penyelenggaraan tugas daerah di segala bidang yang membawa akibat pada pengeluaran dan yang mendatangkan penerimaan guna menutup pengeluaran rutin itu sendiri. Oleh karena itu, semakin banyak dan beratnya tugas daerah dengan kemungkinan keadaan keuangan yang terbatas, maka perlu adanya efisiensi terhadap rencana-rencana yang akan dijalankan pada masa yang akan datang.
Sampai saat ini berbagai kebijakan telah diambil oleh pemerintah untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan daerah di bidang keuangan daerah, karena aspek keuangan daerah menjadi sesuatu yang penting, sebab untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah dibutuhkan dana atau biaya yang cukup besar sehingga kepada daerah diberi hak untuk mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri dalam arti menggali dan mengelola pendapatan asli daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah daerah. Mardiasmo (1999:11) menyatakan bahwa perubahan pola pengawasan yang mendasar adalah dengan diberinya keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri maka diperlukan peningkatan peran DPRD dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan. Perubahan-perubahan tersebut juga memberikan dampak lain pada unit-unit kerja di pemerintah daerah seperti tuntutan kepada pegawai/ aparatur pemerintah untuk lebih terbuka, transparan dan bertanggungjawab atas keputusan yang dibuat.
Sehubungan dengan latar belakang tersebut di atas maka yang menjadi permasalahan adalah sistem pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Alor ini sangat luas maka dalam penelitian ini akan dibatasi khusus pada analisis sistem pengelolaan Pendapatan Daerah dan Pengeluaran Rutin Kabupaten Alor dengan tidak mengurangi obyek penelitian yang lainnya.
1.2 Keaslian Penelitian
Berbagai penelitian mengenai aspek yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan daerah telah sering dilakukan oleh para peneliti sebelumnya antara lain seperti Insukindro, dkk, (1994: 27) melakukan penelitian di beberapa daerah kabupaten/kota yaitu : Padang, Lampung Tengah, Banyumas, Semarang, Yogyakarta, Kediri, Sumenep, Bandung, Barito Kuala dan Sidrap, untuk mengkaji peranan dan pengelolaan keuangan daerah dan usaha peningkatan PAD. Miller, Stephen M. dan Frank S. Russek (1997: 213-237) menganalisis struktur fiskal dan pertumbuhan ekonomi pada tingkat negara bagian dan pemerintah lokal dengan mengembangkan serta membandingkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Odedokun, MO (1996: 269-297) dalam penelitiannya mengenai kebijakan finansial dan efisiensi pemanfaatan sumber daya di negara-negara berkembang, mencoba menghitung belanja pemerintahan, tingkat inflasi, suku bunga dan lain-lain. Kuncoro (1995: 17) memfokuskan pengamatannya pada kenyataan rendahnya PAD sehingga ketergantungan keuangan pemerintah daerah sangat tinggi terhadap pemerintah pusat. Untuk mengurangi subdisi pemerintah pusat Kuncoro mengajurkan diberikan otonomi keuangan daerah yang relatif luas sehingga daerah mampu menggali sumber-sumber keuangannya sendiri dan memanfaatkannya secara optimal.
1 comment:
terimakasih review nya sangat menarik dan banyak manfaatnya
Post a Comment