Seiring dengan dinamika perkembangan masyarakt di era reformasi muncul fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah untuk membentuk suatu daerah otonom baru baik daerah propinsi maupun kabupaten dan kota. Keinginan seperti itu didasari oleh berbagai dinamika yang terjadi di daerah baik dinamika politik, ekonomi sosial maupun budaya. Dengan pembentukan daerah otonom baru, daerah otonom tersebut diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam dan pengelolaan bantuan pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik.
Desentralisasi merupakan suatu refleksi proses reformasi politik, sosial budaya dan ekonomi. Perubahan politik dan sosial budaya di Indonesia dengan kecenderungan pergeseran pelayanan publik dari wewenang pemerintah pusat beralih menjadi wewenang tingkat pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang digulirkan oleh pemerintah sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat, pada hakekatnya merupakan penerapan konsep division of power yang membagi kekuasaan negara secara vertikal (Warsito Utomo,1997). Dalam konteks ini, kekuasaan akan terbagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang secara legal konstitusional tetap dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.
Dinamika perkembangan wilayah menjadi otonom seperti itu disikapi pemerintah pusat dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah sejak Januari 2001. Dalam hubungannya dengan pembentukan daerah otonom, Pasal 18 UUD 1945 antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi dalam daerah kabupaten dan daerah kota
Untuk mendukung implementasi kebijakan otonomi daerah, Pemerintah Pusat telah mempersiapkan berbagai kebijakan, antara lain Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dalam Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa:
“dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi dibentuk dan disusun daerah propinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakt. Pada pasal 4 ayat (2) dinyatakan pula bahwa daerah-daerah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarkis satu sama lain. Selanjutnya pada pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah”.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keinginan masyarakat daerah untuk membentuk daerah otonom baru memang dimungkinkan oleh paraturan perundangan yang berlaku.
Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia dapat dilacak dalam kerangka konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Otonomi daerah merupakan tema lama yang tampaknya selalu menemukan aktualitas dan relevansinya. Dikatakan tema lama karena Undang-Undang Dasar 1945 telah memberikan landasan yuridis yang jelas tentang eksistensi otonomi daerah. Seiring dengan ditetapkannya UUD 1945, sejak itu pengaturan tentang pemerintahan daerah dalam perundang-undangan sebagai penjabaran pasal 18 mulai ramai diperdebatkan. Hal ini tampak dari kehadiran Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 yang mengatur tentang otonomi daerah.
Kajian terhadap isi undang-undang yang pernah dipergunakan untuk mengatur pemerintahan daerah tetap saja menarik perhatian berbagai kalangan serta membuka peluang terjadinya perdebatan. Sampai saat ini sudah enam kali diadakan perubahan dan penyempurnaan, terakhir dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang sekarang sedang diimplementasikan. Materi perdebatan dalam Undang-undang Otonomi Daerah berada pada segi yang esensial, yaitu mengenai seberapa besar Pemerintah Pusat menyerahkan kewenangannya kepada daerah otonom (Yudoyono, 2001).
Dengan demikian maka pembentukan daerah otonom dalam rangka desentralisasi di Indonesia menurut Suwandi (2002) memiliki ciri-ciri:
(1) daerah otonom tidak memiliki kedaulatan atau semi kedaulatan layaknya di negara federal, (2) desentralisasi dimanifestasikan dalam bentuk penyerahan atau pengakuan atas urusan pemerintahan, (3) penyerahan atau pengakuan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada angka 2 tersebut di atas utamanya terkait dengan pengaturan dan pengurusan kepentingan masyarakat setempat (lokalitas) sesuai dengan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Sejalan dengan banyaknya keinginan untuk pembentukan daerah otonom baru, baik yang berupa pemekaran maupun peningkatan status, khususnya di daerah kabupaten dan daerah kota sesuai dengan mekanisme pembentukan daerah otonom maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, penghapusan dan Penggabungan Daerah, yang isinya antara lain menyebutkan persyaratan, kriteria, prosedur, pembiayaan pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah.
Berdasarkan data yang ada, hingga saat ini total daerah kabupaten dan kota di Indonesia berjumlah 410, terdiri dari 324 daerah kabupaten dan 86 daerah kota (Kompas, 28 Januari 2003).
Seiring dengan perkembangan dinamika di berbagai daerah dan peraturan pendukung yang ada, pemerintah daerah Kabupaten Minahasa mengajukan pembentukan daerah Kota Tomohon yang wilayahnya terdiri dari tiga kecamatan. Beberapa alasan yang mendasari Pemerintah Kabupaten Minahasa untuk membentuk daerah Kota Tomohon adalah, pertama, peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah yang berlaku saat ini (UU No. 22 Tahun 1999 dan PP 129 Tahun 2000) memberikan kemungkinan untuk dilakukannya pemekaran satu daerah otonom menjadi beberapa daerah otonom baru. Kedua, pemekaran Kabupaten Minahasa menjadi beberapa daerah otonom baru yakni Kabupaten Induk (Minahasa), Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon yang telah ditetapkan, serta Kabupaten Minahasa Utara yang dalam proses pembahasan, dipandang akan membawa berbagai keuntungan bagi masyarakat, seperti fasilitas sosial, ekonomi dan finansial untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat pada masa depan. Ketiga, tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang lebih baik, dengan semakin sedikitnya birokrasi yang harus dilalui dalam memperoleh jasa pelayanan publik. Keempat, keinginan masyarakat dan pemerintah daerah untuk mengelola sendiri sumber daya dan potensi daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Permasalahan besar yang menghadang pembentukan Tomohon sebagai daerah otonom adalah masalah kemandirian keuangan daerah, terbatasnya infrastruktur perkotaan sampai pada sumber daya aparatur pemerintah daerah. Kuatnya aspirasi masyarakat Tomohon untuk mengangkat Tomohon menjadi suatu daerah yang otonom telah menjadi alasan utama bagi pemerintah untuk mewujudkan daerah Kota Tomohon. Hal ini tercermin dari upaya Pemerintah Kabupaten Minahasa dan Panitia Pembentukan Daerah Kota Tomohon (P2DKT), yang terus memperjuangkan dalam agenda pembahasan Pemerintah dan DPR RI agar Tomohon dapat disahkan menjadi daerah otonom.
Pembentukan Daerah Kota Tomohon akhirnya ditetapkan pada 27 Januari 2003 bersama-sama dengan 25 kabupaten dan kota yang diusulkan DPR RI. Kesepakatan itu diambil pada pertemuan antara DPR RI dan Pemerintah dalam hal ini Mendagri Hari Sabarno dengan 25 bupati/walikota termasuk Bupati Minahasa, Dolfie Tanor di Jakarta. (Manado Post, 28 Januari 2003).
Masalah kelayakan Tomohon menjadi suatu daerah yang mempunyai otonomi penyelenggaraan pemerintahan hingga kini masih menjadi pertanyaan besar mengingat potensi yang dimiliki Tomohon yang sangat minim untuk berdiri sendiri sebagai suatu daerah otonom. Berapa besar potensi PAD yang dapat digali dari sumber pendapatan yang ada di Tomohon pada saat ini dan bagaimana pengembangan potensi sumber daya alam yang ada di Tomohon? Menjadi suatu pertanyaan sekarang ini, apakah Kota Tomohon dapat hidup dan berkembang dari potensi yang ada sekarang ini terutama sektor pertanian? Berapa bagian petumbuhan ekonomi yang dapat disumbangkan oleh sektor pertanian terhadap pembangunan Kota Tomohon? Dengan demikian, nampak bahwa Tomohon tidak layak untuk menjadi suatu daerah otonom mengingat potensinya yang sangat minim. Apakah mungkin dengan potensi yang serba terbatas dapat menghidupi suatu unit pemerintah kota yang otonom?
Dengan melihat kondisi Tomohon saat ini bahwa dari sisi kemampuan ekonomi dan finansial daerah yang tidak mandiri maka satu-satunya harapan untuk membantu dalam pembiayaan pembangunan Kota Tomohon yaitu berasal dari bantuan pemerintah pusat dalam berbagai bentuknya. Hal inilah yang kemudian menjadi ujung tombak penyelenggara pemerintahan di daerah Kota Tomohon untuk menutupi berbagai kekurangan dalam penyediaan pelayanan kepada masyarakat. Konsekuensinya adalah makin menipisnya biaya untuk melakukan investasi dan pembangunan prasarana lainnya.
Sekarang ini menarik untuk dikaji mengapa dan bagaimana sehingga Tomohon dapat disahkan sehingga menjadi suatu daerah kota yang otonom. Dari segi persyaratan kemampuan ekonomi dan finansial seperti diuraikan sebelumnya nampaknya Tomohon tidak layak untuk menjadi suatu daerah otonom, tetapi mengapa Tomohon “lulus ujian” dan kemudian “diundangkan” sebagai suatu daerah kota yang memiliki status otonom?. Penjelasannya mungkin harus dicari melalui sudut pandang politik yang menghendaki agar Tomohon dapat ditetapkan menjadi daerah otonom. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari dukungan berbagai stakeholders.. Bahwa dengan terbentuknya Kota Tomohon maka akan membuka peluang bagi stakeholders tertentu untuk duduk dalam jabatan-jabatan politis tertentu. Hal yang menimbulkan masalah jikalau pemberian status otonomi kepada Tomohon, ternyata tidak diikuti oleh semakin baiknya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Dikhawatirkan justru pelayanan akan semakin mahal karena Pemerintah Kota Tomohon dituntut untuk dapat menghimpun PAD sebanyak-banyaknya.
B. Rumusan Masalah
Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem sehingga masyarakat bisa menjalani kehidupannya secara wajar. Pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama (Rasyid,1998). Oleh karena itu, Osborne dan Gaebler (ibid) menyatakan bahwa pemerintahan perlu semakin didekatkan kepada masyarakat. Dikaitkan dengan pembentukan daerah otonom baru diharapkan pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih terjamin, dalam arti bahwa masyarakat setempat lebih memiliki akses kepada pelayanan publik yang lebih baik..................................
1 comment:
Harrah's Cherokee Casino Hotel & RV Park Review | DrmCD
One of 부천 출장마사지 the most well-known casinos in the region, Harrah's Cherokee Casino has 순천 출장안마 a 충청남도 출장샵 large RV park, so 동해 출장안마 you can stay and play. In addition 토토 사이트 도메인 to that
Post a Comment