Kami memberi bantuan dengan menyediakan bahan-bahan tesis gratis yang berguna untuk menambah referensi anda dalam penyusunan tesis. Tesis yang kami sediakan yaitu mengenai masalah pemerintahan, pembangunan daerah, kemasyarakatan, serta managemen

Cara bertranksaksi :

1. SMS, judul yang anda pilih pada Daftar Judul Tesis dan alamat email anda untuk pengiriman file

2. kirim/transfer biaya tesis (Rp. 120.000,-*) ke :

3. SMS lagi bahwa anda telah melakukan transfer

4. kemudian kami cek ke rekening dan segera mengirimkan email berisi tesis pesanan anda


Harganya sama halnya bila anda mencopynya dalam bentuk kertas di perpustakaan, tapi kelebihannya kami menyediakan dalam bentuk file word dan pdf, sehingga mempermudah anda dalam membaca di komputer atau di laptop.

Terima kasih telah menjadikan tesis tersebut sebagai bahan referensi bukan sebagai bahan jiplakan. kami tidak mendukung plagiat, bahan tersebut disediakan sebagai referensi dalam penulisan tugas akhir, bila anda merasa keberatan karyanya kami tampilkan dan menjadi bahan referensi bagi para peneliti lainnya, bisa kami hapus dari daftar ini, silahkan hubungi ke alamat email

*biaya tsb hanya sebagai pengganti biaya maintenance weblog, pencarian bahan, operasional pulsa dan connecting internet

Friday, February 29, 2008

17. IMPLEMENTASI PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN (PPK) DALAM RANGKA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa. Dalam negara yang salah urus, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak dapat mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga yang menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas.

Kemiskinan telah membatasi hak rakyat dalam berbagai segi kehidupan yang seharusnya dapat diperoleh. Hal tersebut seperti ; (1) memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (2) memperoleh perlindungan hukum; (3) memperoleh rasa aman; (4) memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau; (5) memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (6) memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan; (7) memperoleh keadilan; (8) berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan; (9) untuk berinovasi; (10) menjalankan hubungan spiritualnya dengan Tuhan; dan (11) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan baik.

Pendek kata, kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks dan kronis. Oleh karena itu cara penanggulangan kemiskinan membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen bangsa serta memerlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan kemiskinan. Dari variabel dihasilkan serangkaian strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan. Dari dimensi pendidikan misalnya, pendidikan yang rendah dipandang sebagai penyebab kemiskinan. Dari dimensi kesehatan, rendahnya mutu kesehatan masyarakat menyebabkan terjadinya kemiskinan. Dari dimensi ekonomi, kepemilikan alat-alat produktif yang terbatas, penguasaan teknologi dan kurangnya keterampilan, dilihat sebagai alasan mendasar mengapa terjadi kemiskinan. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Supriatna (1997:82), yang mengemukakan lima karakteristik penduduk miskin, antara lain :

1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri.

2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri.

3. Tingkat pendidikan pada umunya rendah.

4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas .

5. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.

Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Misalnya, ada pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Kemiskinan juga merupakan ketakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi (kemiskinan struktural). Tetapi pada umumnya, ketika orang berbicara tentang kemiskinan, yang dimaksud adalah kemiskinan material. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi. Memang definisi ini sangat bermanfaat untuk mempermudah membuat indikator orang miskin, tetapi defenisi ini sangat kurang memadai karena; (1) tidak cukup untuk memahami realitas kemiskinan; (2) dapat menjerumuskan ke kesimpulan yang salah bahwa menanggulangi kemiskinan cukup hanya dengan menyediakan bahan makanan yang memadai; (3) tidak bermanfaat bagi pengambil keputusan ketika harus merumuskan kebijakan lintas sektor, bahkan bisa kontraproduktif (Sahdan, 2003).

BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.

Pendekatan yang digunakan oleh BAPPENAS (2004) untuk melihat kondisi kemiskinan masyarakat adalah dengan menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective.

Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Pendekatan pendapatan, melihat kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri (Joseph F. Stepanek, (ed), 1985).

Beberapa contoh indikator-indikator tersebut dipertegas dengan rumusan yang konkrit yang dibuat oleh BAPPENAS berikut ini :

1. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi.

2. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan mandapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi; jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Di sisi lain, utilisasi rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedang masyarakat miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di PUSKESMAS.

3. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan yang disebabkan oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh pendidikan yang terbatas, tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung.

4. Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi. Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Dalam satu rumah seringkali dijumpai lebih dari satu keluarga dengan fasilitas sanitasi yang kurang memadai;

5. Terbatasnya akses terhadap air bersih. Kesulitan untuk mendapatkan air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air;

6. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam. Masyarakat miskin yang tinggal di daerah perdesaan, kawasan pesisir, daerah pertambangan dan daerah pinggiran hutan sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan;

Mengentaskan masyarakat bukan pekerjaan yang mudah, Kemiskinan tidak akan berubah signifikan jika pemerintah tidak melakukan perubahan yang mendasar. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia, sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur. Pencapaian cita-cita tersebut dilaksanakan secara sistematis dan terpadu dalam bentuk operasional penyelenggaraan pemerintahan, selaras dengan fenomena dan dinamika yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat.

Kemiskinan adalah fenomena yang bukan saja terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di sebagian besar negara-negara berkembang di dunia. Kemiskinan telah menjadi suatu fenomena sosial yang selalu berkembang dan telah menjadi masalah multidimensional yang melibatkan berbagai aspek kehidupan karena substansi kemiskinan adalah kondisi serba kekurangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan dan papan.

Keterlibatan pemerintah dalam menyikapi fenomena kemiskinan sangatlah strategis karena dipelukan kebijakan yang dapat melahirkan program/kegiatan pembangunan secara terpadu, antara pertumbuhan dan pemerataan, termasuk di dalamya upaya peningkatan peran pemerintah yang lebih mampu menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan dan merubah pola pikir serta sikap mental mereka. Melalui upaya terpadu ini, diharapkan dapat mengikutsertakan masyarakat dalam kelompok kehidupannya serta membantu dan memberdayakan mereka dalam berbagai kegiatan produktif yang sesuai dengan potensinya masing-masing. Dengan demikian setiap kebijakan pemerintah dalam upaya memberdayakan masyarakat, hendaknya dilaksanakan secara terarah pada suatu penciptaan lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk dapat menikmati kehidupan yang lebih baik dan sekaligus memperluas pilihan yang dapat dilakukan oleh setiap masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai pusat perhatian sekaligus pelaku utama pembangunan, sedangkan pemerintah hanya sebagai pengatur, pendorong dan penyedia.

Data penduduk Indonesia pada tahun 2005 menunjukkan proporsi yang bertempat tinggal di perdesaan jika dibandingkan di perkotaan tidak lagi berbeda jauh, yakni 113,7 juta jiwa di perdesaan dan 106,2 juta jiwa di perkotaan. Namun, perbandingan tingkat kesejahteraan masyarakat dan tingkat pembangunan wilayah di antara keduanya menunjukkan kawasan perdesaan masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan perkotaan. Pengumuman resmi pemerintah bulan Agustus 2006 bahwa angka kemiskinan telah mencapai 39,1 juta orang atau 17,8 persen dari penduduk Indonesia (BPS, 2005).

Selama ini, kebijakan penanggulangan kemiskinan, didesain secara sentralistik oleh pemerintah pusat yang diwakili BAPPENAS. BAPPENAS merancang program penangulangan kemiskinan dengan dukungan alokasi dan distribusi anggaran dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan utang kepada Bank Dunia serta lembaga keuangan multinasional lainnya, namun Berbagai program yang dijalankan oleh pemerintah tersebut, lebih banyak menuai kegagalan dibandingkan dengan keberhasilannya. Beberapa diantaranya seperti program kredit usaha tani (KUT) dan program kredit ketahanan pangan (KKP).

Di samping program KUT dan KKP juga ada Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Program Pengembangan Kecamatan adalah suatu prakarsa baru Pemerintah Indonesia yang dicetuskan pada tahun 1998 sebagai kelanjutan dari Inpres Nomor 5 Tahun 1993 tentang Penanggulangan Kemiskinan. Program ini bertujuan mengurangi kemiskinan di tingkat pedesaan, sekaligus memperbaiki kinerja pemerintah daerah dengan cara memberi bantuan modal dan pengadaan infrastruktur. Inti dari program ini adalah perencanaan yang melibatkan masyarakat, laki-laki dan perempuan, termasuk masyarakat miskin. Program ini dirancang melalui mekanisme musyawarah mulai dari tingkat dusun hingga ke tingkat kecamatan. Pelaksanaan program didampingi oleh seorang fasilitator kecamatan, dua orang fasilitator desa, satu laki-laki, satu perempuan di tiap desa, juga dibantu lembaga pengelola yaitu Unit Pengelola Keuangan (UPK) di kecamatan yang melibatkan LMD. Proyek ini dirancang dengan pengertian, untuk menanggulangi kemiskinan secara berlanjut, upaya-upaya yang paling penting harus dilakukan oleh komunitas sendiri, terutama pada tingkat kampung.

Program ini dalam implementasinya tidak berdiri sendiri, tetapi diupayakan agar terpadu baik dengan program-program sektoral maupun regional yang kegiatannya mencakup desa-desa/kampung-kampung yang masih dalam kategori miskin.

Upaya Pemerintah Pusat dalam penanggulangan kemiskinan masyarakat, khususnya yang berada di kampung-kampung sejalan dengan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Nabire dalam pembangunan Kabupaten Nabire ke depan. Visi yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Nabire yaitu “Mewujudkan Nabire pada tahun 2010 yang masyarakatnya kenyang, pintar dan sehat”.

Visi di atas mengandung makna, bahwa pada tahun 2010 yang akan datang diharapkan masyarakat Kabupaten Nabire sudah memiliki ketahanan pangan. Dan dari segi Sumber Daya Manusia, masyarakat kabupaten Nabire telah mampu beradaptasi dan merebut peluang-peluang yang ada khususnya menerima tongkat estafet kepemimpinan dan untuk mengisi pembangunan di daerah ini, serta memiliki akses pelayanan kesehatan yang memadai. Keadaan tersebut merupakan modal dasar bagi pelaksanaan pembangunan selanjutnya yang pada gilirannya nanti lebih meningkatkan percepatan pembangunan di daerah ini dalam rangka mengejar ketertinggalannya dan mensejajarkan diri dengan wilayah lainnya di tanah air. Sedangkan Komitmen dan pedoman arah bagi pengelolaan pembangunan dan pencapaian pelayanan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Nabire menjabarkan visinya menjadi 4 (empat) misi sebagai berikut:

1. Pemenuhan Kebutuhan Dasar

2. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Pendidikan

3. Peningkatan Derajat Kesehatan

4. Pemberdayaan Ekonomi

Distrik Ikrar Kabupaten Nabire merupakan wilayah kerja pemerintahan yang tidak luput dari berbagai kebijakan pemerintah, khususnya kebijakan yang menyangkut dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu dari program tersebut adalah Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Berdasarkan surat keputusan Bappenas Nomor 185 Tahun 1998 yang ditindaklanjuti dengan surat keputusan Bupati Nabire Nomor 378 Tahun 2002 maka sejak tahun 2004, Program PPK dilaksanakan di Distrik Ikrar. Pengelolaan program ini diberikan secara langsung kepada masyarakat melalui forum Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP). Dengan model pengelolaan seperti ini diharapkan kelompok masyarakat sasaran, dapat melaksanakannya secara optimal. Disamping itu, program dapat dilaksanakan secara total, dengan menggerakkan segala bentuk upaya dan cara yang mendukung kesuksesan program, diantaranya kejelasan tugas dan fungsi dalam pelaksanaan program.

Penetapan Distrik Ikrar sebagai salah satu sasaran dari program pengembangan kecamatan (PPK) karena berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Nabire 2002, jumlah kepala keluarga yang ada di Distrik Ikrar adalah 2.484 KK dengan 13.063 jiwa yang tersebar di tujuh belas kampung, dengan mayoritas masyarakat hidup dibawah garis kemiskinan hampir merata di semua kampung yang ada di Distrik Ikrar. Tingginya angka kemiskinan di Distrik Ikrar dapat diketahui juga dari laporan Badan Pusat Statistik Kabupaten Nabire 2006, dimana dari 3.152 KK, terdapat 2.614 KK yang tergolong dalam Prasejahtera dan 436 KK tergolong keluarga sejahtera 1. Selain itu dari sarana dan prasarana yang tersedia baik pendidikan, kesehatan, dan kegiatan penunjang perekonomian juga masih sangat minim.

Letaknya yang jauh dari ibukota kabupaten merupakan salah satu penyebab lambatnya kegiatan roda ekonomi masyarakat penduduk Distrik Ikrar khususnya bagi mereka yang merupakan penduduk asli. Beberapa kegiatan ekonomi seperti perdagangan hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu dan kurang memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat penduduk Distrik Ikrar. Akibatnya, masyarakat kampung di Distrik Ikrar semakin terjepit oleh himpitan ekonomi maupun keterbatasan sumber daya yang mereka miliki.

Dalam kenyataannya, implementasi program pengembangan kecamatan (PPK) sangat kompleks. Berdasarkan pengamatan awal dari realitas di lapangan, terdapat sejumlah kampung tertinggal dapat berkembang dan beberapa kepala keluarga miskin dapat meningkatkan pendapatanya setelah menjadi bagian dari program PPK. Namun tidak sedikit diantara kampung-kampung yang tertinggal itu masyarakatnya hampir tidak berkembang dan mengalami peningkatan kesejahteraan walaupun juga termasuk dalam sasaran program PPK. Hal ini karena pelaksanaan Program PPK di Distrik Ikrar menunjukkan adanya kendala-kendala atau adanya komponen-komponen program yang belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.

1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah

1.2.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada pemaparan yang telah diuraikan pada latar belakang penelitian, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Kemiskinan telah menyebabkan rakyat tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan dengan baik serta membatasi hak rakyat dalam berbagai segi kehidupan.

2. Mayoritas masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan terdapat di desa-desa atau kampung-kampung.

3. Kemiskinan menyebabkan akses masyarakat kampung untuk memperoleh layanan pendidikan, kesehatan, maupun sarana dan prasarana sosial lainnya menjadi terbatas.

4. Rendahnya pemahaman implementasi program PPK baik oleh aparat pelaksana maupun oleh masyarakat kampung di Distrik Ikrar sehingga kurang mendukung upaya mewujudkan kesuksesan Program PPK.

5. Tardapat sejumlah kampung-kampung di Distrik Ikrar yang tertinggal, masyarakatnya hampir tidak berkembang dan mengalami peningkatan walaupun termasuk dalam sasaran program PPK.

1.2.2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka penelitian dibatasi pada pelaksanaan dan melihat manfaat program pengembangan kecamatan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam dimensi ekonomi, pendidikan, kesehatan, perumahan dan lingkungan pemukiman di Distrik Ikrar Kabupaten Nabire.

1.2.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka penulis ingin meneliti tentang :

1. Bagaimana pelaksanaan Program Pengembangan Kecamatan di Distrik Ikrar.

2. Bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat kampung setelah adanya program pengembangan Kecamatan (PPK).

No comments: