Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan issue yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, di samping adanya pengaruh globalisasi. Pola-pola lama penyelenggaraan pemerintah tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (LAN dan BPKP 2000:5).
Dalam dunia birokrasi, akuntabilitas suatu instansi pemerintah itu merupakan perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan, telah ditetapkan Tap MPR-RI nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Neopotisme dan Undang-undang nomor 28 tahun 1999 dengan judul yang sama sebagai tindak lanjut Tap MPR tersebut. Sebagai tindak lanjut dari produk hukum tersebut telah diterbitkan Inpres Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAN, 2000:2).
Kinerja instansi pemerintah banyak menjadi sorotan akhir-akhir ini, terutama sejak timbulnya iklim yang lebih demokratis dalam pemerintahan. Rakyat mulai mempertanyakan akan nilai yang mereka peroleh atas pelayanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Walaupun anggaran rutin dan pembangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah semakin banyak, nampaknya masyarakat belum puas atas kualitas jasa maupun barang yang diberikan oleh instansi pemerintah.
Di samping itu, selama ini pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit untuk dilakukan secara objektif. Kesulitan ini disebabkan belum pernah disusunnya suatu sistim pengukuran kinerja yang dapat menginformasikan tingkat keberhasilan suatu organisasi (LAN, 2000:1).
Kinerja dapat dijelaskan sebagai suatu kajian tentang kemampuan suatu organisasi dalam pencapaian tujuan. Penilaian kinerja dapat dipakai untuk mengukur kegiatan-kegiatan perusahaan/organisasi dalam pencapaian tujuan dan juga sebagai bahan untuk perbaikan di masa depan. Menurut Atmosudirdjo (1997:11) kinerja juga dapat berarti prestasi kerja, prestasi penyelenggaraan sesuatu. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa kinerja organisasi merupakan suatu prestasi kerja dan proses penyelenggaraan di mana tujuan organisasi ingin dicapai. Dalam konteks penilaian ini, yang dimaksud dengan kinerja ialah melihat sampai sejauh mana prestasi dalam pelaksanaan tugas pada Dinas Pasar Kota Jambi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari hasil studi awal dilapangan menunjukkan bahwa faktor keuangan daerah (kemampuan PAD) serta kemampuan aparat dinas pasar (tingkat pendidikan formalnya) masih tergolong rendah. Pemikiran ini didasari atas asumsi bahwa; masih terdapat personil-personil dinas pasar Kota Jambi yang cukup banyak memiliki latar belakang pendidikan yang dapat dikatagorikan tergolong rendah dimana mereka yang berpendidikan S1 sebanyak 6 orang (7,8%), SM sebanyak 4 orang (5,2%), SMU sebanyak 51 orang (66,2%) dan SLTP/SD sebanyak 16 orang (20,8%).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah, kemampuan keuangan daerah (kesesuaian pencapaian tingkat PAD yang diperoleh) merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang suatu daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Sejalan dengan ini Sachroni (1997; 17) mengatakan bahwa permasalahan pokok yang dihadapi dalam pelaksanaan otonomi di kabupaten/kota adalah menyangkut masalah sumber daya manusia (aparatur) dan sumber daya dana (keuangan). Dalam hal ini kemampuan aparat pemerintah daerah relatif masih rendah, yang antara lain disebabkan kurangnya pendidikan dan pelatihan serta biaya yang kurang mendukung untuk meningkatkan sumber daya manusia, di samping itu sistem pembinaan karier yang tidak jelas dan tidak konsisten mengakibatkan aparat tidak terdorong untuk lebih meningkatkan perestasi kerjanya.
Tuntutan yang gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, di samping adanya pengaruh globalisasi. Oleh karena itu tuntutan tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Selama ini pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit dilakukan secara objektif. Kesulitan ini disebabkan belum pernah disusunnya suatu sistem pengukuran kerja yang dapat menginformasikan tingkat keberhasilan suatu organisasi pemerintah, walaupun secara prosedural telah ditentukan antara lain adanya Pola Dasar Pembangunan Daerah, Repelita Daerah dan Rencana Pembagunan Tahunan Daerah. Akan tetapi pada kenyataannya pencapaian sasaran kurang terorganisasi dan tidak ada sinkronisasi satu sama lain.
Pengukuran kinerja merupakan alat yang bermanfaat dalam upaya mencapai tujuan, melalui pengukuran kinerja dapat dilakukan proses penilaian terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan pengukuran kinerja dapat memberikan penilaian yang objektif dalam pengambilan keputusan manajemen. Jadi pengukuran kinerja dapat membantu meningkatkan kualitas dan menurunkan biaya yang timbul dari kegiatan pemerintah (LAN, 2000:13).
Dinas pasar merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) yang berfungsi sebagai pusat pelayanan kepada masyarakat, serta berfungsi sebagai ujung tombak pemerintah Kota Jambi dalam rangka mengisi kas daerah, dan menggali sumber pendapatan untuk melaksanakan pembangunan daerah. Maka dengan demikian peranan dinas pasar sangat penting bagi pemerintah daerah karena berfungsi secara lansung melayani masyarakat di bidang perpasaran. Atas dasar asumsi dan realitas yang terjadi serta langkah antisipasi yang harus dilakukan maka permasalahan dalam pemelitian ini adalah sejauh mana kinerja Instansi Pemerintah Kota Jambi dalam hal ini yang dilakukan oleh dinas pasar.
1.2 Keaslian Penelitian
Telah dilakukan beberapa penelitian tentang kinerja antara lain yang dilakukan oleh Pattipeiluhu (2001) yang melakukan penelitian di Dinas Pendapatan Propinsi Daerah Istemewa Yogyakarta. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui akuntabilitas kinerja dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di tahun 2000. Metode analisis yang digunakan adalah metode akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran DIPENDA Propinsi Daerah Istemewa Yogyakarta, program pembangunan dan program pendapatan dinilai berhasil. Evaluasi kinerja kebijaksanaan yang dilakukan terhadap kebijakan peningkatan kinerja DIPENDA dinilai sangat berhasil.
Dodoo (1997) tentang standar kinerja dan pengukuran kinerja di Ghana. Dalam penelitian ini dikemukakan bahwa program peningkatan kinerja instansi pemerintah dimulai dari pernyataan misi yang jelas sebelum menentukan tugas-tugas khusus, salah satu aspek yang penting dalam menentukan target-target yaitu bahwa target-target tersebut di satu pihak menjamin pencapaian standar dan kualitas dan di lain pihak adanya efisiensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, khususnya manajer dan supervisor mendapatkan kepuasan dalam mencapai tujuan di bawah pemerintahan yang memiliki target terdefinisi dengan baik dan pengukuran kinerja, karena hal tersebut membantu mereka dalam mengorganisasikan pekerjaan dengan baik dan meningkatkan moral mereka.
Kaplan dan Norton (1996) melakukan penelitian pada perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, dalam penelitian tersebut dikemukakan suatu model pengukuran kinerja baru yang disebut Balanced Scorecard, Balanced. Scorecard melengkapi ukuran kinerja keuangan tradisional dengan menambahkan tiga perspektif yaitu, Pelanggan, proses bisnis internal dan pertumbuhan untuk mendapatkan hasil keuangan sekaligus pengawasan kemajuan perusahaan dalam membangun kemampuan dan mendapatkan aktiva tak berwujud yang dibutuhkan untuk pertumbuhan di masa yang akan datang. Balanced Scorecard tidak menggantikan pengukuran keuangan, tetapi melengkapinya.
Penelitian tentang kinerja dinas pasar Kota Jambi belum pernah dilakukan. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah sama-sama menganalisis kinerja organisasi, sedangkan perbedaannya adalah selain perbedaan pada lokasi penelitian, periode penelitian, dan instansi yang diteliti tetapi juga bidang yang diteliti dalam penelitian ini adalah pasar dengan menggunakan alat analisis Balanced Scorecard.
No comments:
Post a Comment