Kami memberi bantuan dengan menyediakan bahan-bahan tesis gratis yang berguna untuk menambah referensi anda dalam penyusunan tesis. Tesis yang kami sediakan yaitu mengenai masalah pemerintahan, pembangunan daerah, kemasyarakatan, serta managemen

Cara bertranksaksi :

1. SMS, judul yang anda pilih pada Daftar Judul Tesis dan alamat email anda untuk pengiriman file

2. kirim/transfer biaya tesis (Rp. 120.000,-*) ke :

3. SMS lagi bahwa anda telah melakukan transfer

4. kemudian kami cek ke rekening dan segera mengirimkan email berisi tesis pesanan anda


Harganya sama halnya bila anda mencopynya dalam bentuk kertas di perpustakaan, tapi kelebihannya kami menyediakan dalam bentuk file word dan pdf, sehingga mempermudah anda dalam membaca di komputer atau di laptop.

Terima kasih telah menjadikan tesis tersebut sebagai bahan referensi bukan sebagai bahan jiplakan. kami tidak mendukung plagiat, bahan tersebut disediakan sebagai referensi dalam penulisan tugas akhir, bila anda merasa keberatan karyanya kami tampilkan dan menjadi bahan referensi bagi para peneliti lainnya, bisa kami hapus dari daftar ini, silahkan hubungi ke alamat email

*biaya tsb hanya sebagai pengganti biaya maintenance weblog, pencarian bahan, operasional pulsa dan connecting internet

Tuesday, February 26, 2008

PENGARUH KINERJA DINAS PENDAPATAN DAERAH TERHADAP PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK HOTEL DAN RESTORAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Otonomi daerah sebagai perwujudan pelaksanaan asas desentralisasi, pada hakekatnya memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan kondisi dan potensi wilayahnya. Desentralisasi tidaklah mudah untuk didefinisikan, karena menyangkut berbagai bentuk dan dimensi yang beragam, terutama menyangkut aspek fiskal, politik, perubahan administrasi serta sistem pemerintahan dan pembangunan baik secara sosial maupun ekonomi.

Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah terletak pada kemampuan memenuhi keuangan bagi daerah itu sendiri, yaitu untuk membiayai terselenggaranya pemerintahan dan pembangunan daerah melalui desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal diamanatkan dalam Pasal 18 dan Pasal 18A amandement UUD 1945 yang antara lain menyebutkan bahwa:

Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dengan undang-undang. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasakan undang-undang.

Sedangkan Kaho (2002:184) menjabarkan bahwa, “Prospek otonomi daerah di masa akan datang ditentukan oleh kemampuan untuk memecahkan masalah atau faktor keuangan daerah. Karena otonomi tanpa ditopang oleh kemampuan keuangan daerah itu akan lemah sekali.”

Aspek keuangan ini menjadi sangat penting dalam setiap kegiatan pemerintahan, karena hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Pentingnya posisi keuangan ini menurut Pamudji dalam Kaho (2002:125) ditegaskan bahwa:

Pemerintah Daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik tanpa didukung dengan biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan. Dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri.

Senada dengan yang diungkapkan oleh Syamsi (1983:190) yang menempatkan bahwa:

Keuangan daerah sebagai salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan daerah dalam mengatur rumah tangganya, daerah memerlukan biaya atau uang. Tanpa biaya yang cukup, daerah tidak mungkin dapat menyelenggarakan tugas kewajiban serta kewenangannya dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya, bahkan ciri pokok dan mendasar dari suatu daerah otonomi menjadi hilang. Untuk dapat memiliki keuangan yang memadai, dengan sendirinya daerah membutuhkan sumber keuangan yang cukup memadai.

Untuk mendukung pelaksanaan Pemerintahan Daerah di bidang fiskal, diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 mengenai Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-undang tersebut memberikan kewenangan kepada Daerah untuk memanfaatkan keuangan sendiri dan didukung dengan perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah yang mana merefleksikan pembagian kekuasaan yang lebih luas kepada Daerah, memberikan kepastian sumber dana Pemerintah Daerah dalam melaksanakan fungsinya, dan kebebasan dalam menggunakan dana-dana tersebut sesuai dengan fungsinya (local discretion).

Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) , Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Pinjaman, maupun Subsidi atau Bantuan dari Pemerintah Pusat.

Desentralisasi memberikan tantangan yang baru dan besar bagi Pemda dalam mengelola keuangannya. Berdasar data empiris (Hofman & Kaiser, “The Making of the Big Bang and Its Aftermath”, 2002), bagi kebanyakan Pemda sumber pendapatan terbesar ternyata adalah berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Bagi Hasil Pajak yang mencapai 65% dan 23%. Berarti sedikitnya 88% dari pendapatan daerah masih merupakan transfer dari pusat. Jadi meskipun tugas pelayanan sudah didelegasikan ke Pemda namun Pem Daerah masih sangat tergantung pada Pemerintah Pusat dalam membiayai pelaksanaan tugas pelayanan publik tersebut.

Keuangan secara lebih mandiri pada tingkat Pemda menjadi pertanyaan besar bagi Pemda baik pada tingkat kebijakan maupun operasional. Pada tingkat kebijakan, Pemda sekarang lebih terbuka dalam mengemukakan pendapat dan kebutuhan daerahnya masing-masing. Pada tingkat operasional, banyak Pemda merasakan perlunya bimbingan teknis untuk dapat mewujudkan cita-cita otonomi daerah dengan menerapkan prinsip-prinsip ketatapemerintahan yang baik.

Agar keuangan tersebut dapat berjalan dengan mulus, diperlukan adanya manajemen yang baik dengan memperhatikan kebijakan keuangan Daerah yang akuntabel dan transparan untuk menciptakan good governance. Karena akan berisiko cukup besar bagi daerah ketika sumber utama penerimaan pemerintah diserahkan kepada pemerintah daerah tanpa diikuti langkah-langkah kebijaksanaan yang menjamin mobilisasi pendapatan daerah untuk membiayai berbagai pelayanan publik yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Sampai saat ini perlu dilakukan pengkajian apakah pelaksanaan desentralisasi fiskal tersebut mampu memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi lokal melalui distribusi pendapatan masyarakat dalam kebijakan pengeluaran sektor publik, serta kebijakan fiskal dan desain sumbangan Pemerintah Pusat kepada daerah yang lebih menekankan pada kebijakan pengurangan kesenjangan antar Daerah.

Mengacu kepada ketentuan Pasal 4 dan Pasal 79 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, salah satu sumber penerimaan daerah dalam rangka desentralisasi adalah pajak daerah. Sementara itu pada Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, antara lain menetapkan jenis pajak yang boleh dipungut oleh Kabupaten / Kota terdiri atas :

1. Pajak hotel,

2. Pajak restoran,

3. Pajak hiburan,

4. Pajak reklame,

5. Pajak penerangan jalan,

6. Pajak pengambilan dan bahan galian golongan c, dan

7. Pajak parkir.

Namun pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 ini nampak terlalu restriktif karena tidak menyerahkan alat pajak utama ke daerah. Implikasi dari sistem perpajakan yang restriktif seperti ini adalah terbatasnya sumber penerimaan yang memaksa Pemerintah Daerah mencari alternatif-alternatif sumber penerimaan di luar pajak, yaitu dengan meningkatkan retribusi daerah. Bagi pemerintah Kabupaten/Kota meningkatkan retribusi daerah adalah cara yang paling mudah untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD), masalahnya kemudian adalah seperti apa efek dari retribusi tersebut terhadap perekonomian daerah. Padahal seharusnya yang menjadi fokus pemerintah daerah adalah bagaimana meningkatkan Produk Domestik Regional Brutho (PDRB) dalam hal ini pertumbuhan ekonomi daerah dan bukan PAD.

Pajak daerah sebagai sumber PAD memiliki potensi yang cukup besar bagi Pemerintah Daerah. Seperti terlihat pada observasi awal yang peneliti lakukan pada Pemerintah Kota Tarakan dimana untuk tahun 2003 pajak daerah menyumbangkan Rp. 4.690.979.820,00 dari total penerimaan Pajak Asli Daerah sebesar Rp. 384.093.644.453,00.

Pajak Hotel dan Restoran merupakan salah satu sumber pajak daerah yang potensial, artinya hasil pajak cukup besar sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan laju pertumbuhannya diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Pajak Hotel dan Restoran adalah pajak yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel dan atau restoran di wilayah itu.

Pajak Hotel dan Restoran merupakan salah satu sektor penyumbang kontribusi PAD terbesar di Kota Tarakan mengingat Kota Tarakan merupakan salah satu Daerah Kabupaten/Kota diantara 11 Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur yang mempunyai posisi yang strategis sebagai pusat perdagangan, tidak saja bagi kota dan kabupaten sekitarnya, melainkan juga sebagai lalu lintas perdagangan luar negeri, antara lain dengan Malaysia Timur dan Bruney Darussalam. Dengan kedudukan dan posisinya yang strategis tersebut, jumlah dan tingkat hunian hotel-hotel serta kebutuhan akan restoran sangat menunjang untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

Penerimaan pajak daerah dari sektor Pajak Hotel dan Restoran di Kota Tarakan dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 1

Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tarakan Pada Sektor Pajak Hotel dan Restoran Tahun 2002-2003

NO.

JENIS

PAJAK

TAHUN 2002

TAHUN 2003

TARGET

(Rp)

REALISASI

(Rp)

TARGET

(Rp)

REALISASI

(Rp)

1.

2.

Pajak Hotel

Pajak Hotel dan Restoran

-

750.000.000

-

852.617.411

550.000.000

800.000.000

535.411.340

956.543.304

Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Tarakan 2003

Pada tahun sebelum 2003 penerimaan pajak daerah dari sektor pajak hotel dan restoran digabungkan menjadi satu. Sejak tahun 2003 pajak hotel dan restoran dipisahkan menjadi penerimaan pajak hotel dan penerimaan pajak restoran.

Jika dijumlahkan penerimaan pajak hotel dan pajak restoran tahun 2003 menjadi sebesar Rp. 1.489.954.644,00. Dari gambaran realisasi penerimaan di atas, bahwa penerimaan pajak hotel dan restoran di Kota Tarakan belum efektif. Indikasi ini terlihat dimana terjadi peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun pada sektor penerimaan pajak hotel dan restoran tersebut.

Gambaran ini mengindikasikan bahwa penerimaan pajak hotel di Kota Tarakan masih memiliki potensi yang belum tergali dan dapat ditingkatkan, karena penetapan target belum berdasarkan pada perhitungan potensi yang sebenarnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Mardiasmo dkk. (2000:3-4) yang menyatakan “bahwa di sisi penerimaan, kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan daerahnya secara berkesinambungan masih lemah”. Bahkan masalah yang sering muncul adalah rendahnya kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan prediksi penerimaan daerah yang akurat, sehingga belum dapat dipungut secara optimal.

Keadaan ini juga disebabkan antara lain karena Pemda kurang memperhatikan potensi yang ada dalam menetapkan rencana penerimaan sehingga terdapat kesenjangan antara potensi pajak dengan hasil pungutan, target yang ditetapkan lebih kecil dari potensi pajak yang ada. Belum efektifnya penerimaan pajak juga disebabkan mekanisme pemungutan yang belum terlaksana dengan optimal, rendahnya pengawasan, lemahnya penegakan hukum terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya dan faktor lain yang mempengaruhi efektivitas penerimaan pajak hotel dan restoran.

Sejalan dengan kenyataan tersebut, maka instansi yang sangat terlibat dalam proses pencapaian target penerimaan potensi Pajak Hotel dan Restoran tersebut adalah Dinas Pendapatan Daerah. Oleh karena itu Dinas Pendapatan Daerah di tuntut untuk mengoptimalkan daya dukung yang ada, dalam artian pencapaian target penerimaan dari sektor pajak hotel dan restoran baik itu yang berasal dari internal instansi Dinas Pendapatan Daerah ataupun strategi penerimaan Pajak Hotel dan Restoran untuk lebih ditingkatkan sehingga terjadi penekanan terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran oleh Dinas yang terkait dalam mengoptimalkan penerimaannya.

Pencapaian target penerimaan dari sektor pajak ini sangat dipengaruhi oleh kinerja dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Tarakan, sehingga selisih antara target penerimaan dan realisasi tidak terjadi perbedaan signifikan dari pencapaian target penerimaan pajak hotel dan restoran yang diterima.

Bertitik tolak dari kondisi empiris tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH KINERJA DINAS PENDAPATAN DAERAH TERHADAP PENCAPAIAN TARGET PENERIMAAN PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DI KOTA TARAKAN”.

1.2. Permasalahan Penelitian

1.2.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah penelitian ini sebagai berikut :

1. Sumber Daya Manusia yang potensial di Dinas Pendapatan Daerah masih belum terpenuhi ;

2. Penentuaan target penerimaan pajak hotel dan restoran belum relevan dengan pencapaian target penerimaan dan pemungutan Pajak Hotel dan Restoran di Kota Tarakan, dalam artian penentuan target penerimaan dari sektor pajak hotel dan restoran masih berdasarkan presepsi yang kurang tepat ;

3. Masih rendah kontribusi Pajak hotel dan restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah ;

4. Sistim dan prosedur pemungutan pajak Hotel dan Restoran di Kota Tarakan belum sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Tarakan;

5. Kesadaran dari pengusaha hotel dan restoran dalam pembayaran pajak masih rendah ;Sosialisasi pemerintah dalam ketentuan atau peraturan tentang pajak hotel dan restoran masih kurang.

6. Sosialisasi pemerintah dalam ketentuan atau peraturan tentang pajak hotel dan pajak restoran masih kurang.

1.2.2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang diajukan dibatasi pada Pengaruh Kinerja Dinas Pendapatan Daerah terhadap pencapaian target penerimaan pajak hotel dan restoran di Kota Tarakan.

1.2.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka pokok masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Kinerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Tarakan ?

2. Bagaimanakah pencapaian target penerimaan pajak hotel dan restoran di Kota Tarakan ?

3. Bagaimanakah pengaruh Kinerja Dinas Pendapatan Daerah terhadap pencapaian target penerimaan pajak hotel dan restoran?

No comments: