Kami memberi bantuan dengan menyediakan bahan-bahan tesis gratis yang berguna untuk menambah referensi anda dalam penyusunan tesis. Tesis yang kami sediakan yaitu mengenai masalah pemerintahan, pembangunan daerah, kemasyarakatan, serta managemen

Cara bertranksaksi :

1. SMS, judul yang anda pilih pada Daftar Judul Tesis dan alamat email anda untuk pengiriman file

2. kirim/transfer biaya tesis (Rp. 120.000,-*) ke :

3. SMS lagi bahwa anda telah melakukan transfer

4. kemudian kami cek ke rekening dan segera mengirimkan email berisi tesis pesanan anda


Harganya sama halnya bila anda mencopynya dalam bentuk kertas di perpustakaan, tapi kelebihannya kami menyediakan dalam bentuk file word dan pdf, sehingga mempermudah anda dalam membaca di komputer atau di laptop.

Terima kasih telah menjadikan tesis tersebut sebagai bahan referensi bukan sebagai bahan jiplakan. kami tidak mendukung plagiat, bahan tersebut disediakan sebagai referensi dalam penulisan tugas akhir, bila anda merasa keberatan karyanya kami tampilkan dan menjadi bahan referensi bagi para peneliti lainnya, bisa kami hapus dari daftar ini, silahkan hubungi ke alamat email

*biaya tsb hanya sebagai pengganti biaya maintenance weblog, pencarian bahan, operasional pulsa dan connecting internet

Tuesday, February 26, 2008

PENGARUH PERILAKU APARATUR DAN KOMUNIKASI BIROKRASI TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI BIDANG KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL

1.1. Latar Belakang

Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi. Dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas hubungan, pengaturan perilaku, dan kemampuan teknis dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi pemerintahan.

Sebagai suatu organisasi modern, birokrasi pada dasarnya memiliki lima elemen dasar sebagai berikut : satu, the strategic-apex, atau pimpinan puncak yang bertanggung jawab penuh atas berjalannya roda organisasi; dua, the middle-line, pimpinan pelaksana yang bertugas menjembatani pimpinan puncak dengan bawahan; tiga, the operating-core, bawahan yang bertugas melaksanakan pekerjaan pokok yang berkaitan dengan pelayanan dan produk organisasi; empat, the tecgnostructure, atau kelompok ahli seperti analis, yang bertanggung jawab bagi efektifnya bentuk-bentuk tertentu standardisasi dalam organisasi; lima, the support-staff, atau staf pendukung yang ada pada unit, membantu menyediakan layanan tidak langsung bagi organisasi, (Mintzberg,1983;11).

Bekerjanya birokrasi berdasarkan hirarki kewenangan memungkinkan terjadinya kontrol yang efektif dan kinerja yang positif. Apalagi jika kewenangan yang dimiliki oleh pimpinan puncak (the strategic-apex) didesentralisasikan kepada pimpinan pelaksana (the middle-line). Struktur yang telah didesentralisasikan tersebut memungkinkan terciptanya birokrasi profesional yang berdampak kepada peningkatakan kinerja organisasi dimana birokrasi dapat menjadi bertanggung-gugat dengan adanya kewenangan yang didelegasikan tersebut.

Adanya keteraturan cara kerja yang terikat kepada peraturan yang ada dalam pandangan Weber bertujuan untuk menjamin tercapainya kesinambungan tugas dan peran pemerintahan. Namun jika aturan main tersebut diterapkan secara kaku (rigid) maka akan melahirkan birokrasi tidak profesional yang terefleksikan dalam menjalankan tugas dan fungsinya terikat kepada aturan yang berlaku (rule-driven professionalism) dan menjadikan birokrasi tidak responsif dan inovatif. Apabila birokrasi tidak terlalu terikat kepada petunjuk pelaksana dan aturan baku pelaksanan tugas tapi lebih digerakkan oleh misi yang ingin dicapai oleh organisasi (mission-driven professionalism) maka akan terwujud birokrasi profesional yang menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif, efisien, inovatif, dan mempunyai etos kerja tinggi (Tjokrowinoto,1996;191).

Bangsa Indonesia selalu dihadapkan kepada masalah bagaimana membangun pemerintahan yang bersih dan baik (good governance and clean government). Birokrasi yang diharapkan mampu menjadi motivator dan sekaligus menjadi katalisator dari bergulirnya pembangunan, tidak mampu menjalankan perannya sebagai birokrasi modern tidak hanya mengedepankan kemampuan menyelenggarakan tugas dan fungsi organisasi saja tetapi juga mampu merespons aspirasi publik kedalam kegiatan dan program organisasi dan mampu melahirkan inovasi baru yang bertujuan untuk mempermudah kinerja organisasi dan sebagai bagian dari wujud aparat yang profesional.

Dalam perspektif administrasi publik Indonesia dikenal berbagai macam patologi yang membuat birokrat atau aparat tidak profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya antara lain adalah rendahnya motivasi untuk melakukan perubahan dan inovasi.

Patologi ini terjadi sebagai konsekuensi dari keseluruhan perilaku dan gaya manajerial yang sering digunakan oleh manajemen puncak (the strategic-apex) pada hirarki organisasi publik. Gaya manajerial dan leadership yang bersifat feodalistik dan paternalistik berpengaruh besar terhadap kinerja organisasi (Siagian,1994;44) sehingga jajaran birokrasi tingkat menengah dan bawah takut untuk melakukan dan mengambil langkah langkah baru dalam upaya peningkatan pelayanan publik. Rendahnya keinginan melakukan perubahan dan inovasi dalam hal ini juga disebabkan oleh gaya manajerial yang tidak kondusif bagi terciptanya birokrasi yang responsif dan inovatif. Tidak mengherankan jika kemampuan kerja organisasi dan jajarannya menjadi rendah. Dalam pandangan manajemen puncak “pro status-quo” seperti itu, segala perubahan yang terjadi dalam hal ilmu pengetahuan, teknologi komputer, teknologi informasi, dianggap sebagai sebuah ancaman bagi kelangsungan karier dan jabatannya.

Baik-buruknya pelayanan publik yang diberikan oleh birokrasi sangat terkait dengan kemampuan dan kualitas dari birokrasi itu sendiri. Kemampuan birokrat pemerintahan selain dibentuk melalui pengembangan dan peningkatan pengetahuan dan keahlian individu juga sangat dipengaruhi oleh sistem organisasi tersebut seperti orientasi kerja, struktur organisasi, model kepemimpinan serta renumerasi yang diterima oleh aparatur.

Hal lain yang menjadi penyebab mendasar adalah dimana proses rekruitmen pegawai baru seringkali mengabaikan aspek meritokrasi dan kebutuhan organisasi.Tidaklah mengherankan jika dalam praktek, birokrasi Indonesia sering kewalahan dalam mengantisipasi setiap perubahan dan aspirasi baru. Dampak dari itu adalah terjadinya penurunan mutu kerja organisasi dan mutu pelayanan publik.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa aparat cenderung enggan melakukan perubahan dan inovasi, selain disebabkan oleh gaya manajerial dalam organisasi publik, patologi tersebut juga disebabkan karena iklim dan kondisi dalam organisasi birokrasi yang cederung memberikan insentif kepada pegawai yang loyal dari pada pegawai yang kreatif dan inovatif. Birokrasi dituntut lebih peka terhadap berbagai perubahan dan mencari pendekatan baru bagi pengembangan pelayanan kepada publik. Serta meninggalkan proses pelayanan yang sangat prosedural dan birokratis. Keberadaan aturan formal bukan dijadikan alasan untuk tidak memperbaikan cara kerja yang responsif serta bermain diatas aturan guna mensahkan setiap tindakan. Pekerjaan yang sebetulnya dapat dikerjakan secara cepat dan singkat dibuat menjadi lama dan memerlukan biaya besar. Pembuatan KTP bisa menjadi contoh bagaimana birokrat tingkat bawah telah terkontaminasi oleh perilaku perilaku negatif yang selama ini lebih didominasi manajemen atas.

Berkaitan dengan teridentifikasinya sedikit patologi diantara sekian banyak patologi birokrasi Indonesia yang pada akhirnya membuat birokrasi menjadi tidak responsif dan inovatif. Maka topik pembicaraan mengenai penyelenggaraan pemerintahan kembali mendapat tempatnya. Bergulirnya angin perubahan (wind of change) pada pertengahan tahun 1998 lalu sebagai awal baru bagi bangsa Indonesia untuk lebih serius membenahi kinerja organisasi pemerintah dan meraih kembali kepercayaan masyarakat yang sempat mengalami krisis.

Dengan melandaskan pemikiran terhadap permasalahan yang dihadapi oleh aparatur birokrasi Indonesia maka sebagai upaya untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan mengantisipasi perubahan lingkungan maka diperlukan sebuah pemikiran untuk membangun aparatur birokrasi Indonesia yang handal, profesional dan menjunjung tinggi nilai kejujuran serta etika profesi dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara kegiatan pembangunan dan penyelenggara pelayanan publik.

Mengingat urgensitas peran aparatur dalam menyelenggarakan peran dan fungsinya, perlu kiranya dicari dan dirumuskan suatu pendekatan strategis untuk membangun wajah baru aparatur profesional yang handal, tanggap, inovatif fleksibel dan tidak prosedural dalam memberikan pelayanan dan penyelenggaraan pembangunan. Peran pemerintah yang selama ini sebagai ruler seharusnya diganti dengan sebagai fasilitator seperti yang dikatakan oleh (Osborne & Gaebler,1992;29), dengan sepuluh prinsip Mewirausahakan Birokrasi, yang memperkenalkan paradigma baru dengan menempatkan birokrasi sebagai fasilitator bukan sebagai ruler atau patron. Walaupun upaya untuk mewujudkan birokrasi pemerintahan yang responsif dan inovatif dengan memposisikan diri sebagai fasilitator bukan pekerjaan yang mudah, namun upaya untuk mewujudkan cita cita tersebut tetap harus diupayakan demi memberikan pelayanan yang baik kepada publik dan mampu memperbaiki citra birokrasi Indonesia yang selama beberapa dasawarsa banyak menimbulkan citra negatif dan telah kehilangan legitimasi dimata masyarakat.

Kantor Kependudukan dan Catan Sipil Kota Sorong sebagai salah satu instansi publik bertugas menyelenggarakan pelayanan berupa pencatatan dan penerbitan aktanisasi yang dapat berfungsi sebagai alat bukti yang sah dalam menentukan kedudukan seseorang dan dalam segi praktisnya dapat berfungsi untuk mengurus paspor, status kewarganegaraan, Kartu Tanda Penduduk, penentuan ahli-waris, melamar pekerjaan dan untuk masuk sekolah. Berikut ini ditampilkan rekapitulasi data pegawai negeri sipil di lingkungan Kantor Kependudukan dan Catan Sipil Kota Sorong

Tabel 1.

Rekapitulasi Data Pegawai Negeri Sipil dilingkungan

Kantor Kependudukan dan Catan Sipil Kota Sorong Tahun 2007

No

Golongan /Ruang

Tingkat Pendidikan

Jenis kelamin

SMA

D3

S1

S2

Lk

Pr

1

2

3

4

IV a

III a-III d

II a-II d

I a-I d

-

9

9

2

-

-

3

-

1

8

1

-

-

-

-

-

-

9

7

-

1

8

7

1

Jumlah

20

3

10

0

16

17











Sumber : Kantor Catatan Sipil Kota Sorong, 2007

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pegawai negeri sipil di lingkungan Kantor Catatan Sipil berlatar belakang pendidikan Sekolah Menengah Atas, sedangkan yang berpendidikan S 1 sebagai bentuk standar untuk dapat dianggap mampu menganalisis dinamika lingkungan kerja dan eksternal seperti perubahan kebutuhan masyarakat dan kemajuan teknologi hanya berjumlah 50 % (persen) dari total pegawai negeri sipil yang berpendidikan SMA. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Sorong untuk membangun aparatur yang profesional guna menjalan fungsinya sebagai salah satu instansi penyelenggara pelayanan publik. Berbagai bentuk peningkatan sumber daya aparatur melalui pelatihan dan pendidikan telah ditempuh oleh Kota Sorong yang disesuaikan dengan kebutuhan tugas (job-need) dan aspirasi masyarakat mendesak untuk ditempuh dan dilakukan. Namun perubahan pada tingkat kemampuan pengetahuan dan keahlian aparatur saja tidak cukup untuk membangun birokrasi Pemerintah Kota Sorong yang profesional.

Faktor sistem dan kondisi yang ada di lingkungan Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Sorong, ikut mempengaruhi terbentuknya birokrat profesional yang handal serta respon terhadap dinamika perubahan dan aspirasi masyarakat. Perubahan menuju model kerja yang positif dalam menjalankan roda pemerintahan dan menyelenggarakan pelayanan publik yang bermental entrepreneur serta perubahan gaya kepemimpinan dari autokratis menuju gaya kepemimpin yang demokratis dan pembaharu serta didukung dengan model penghargaan yang mencerminkan rasa keadilan diyakini lebih mampu memotivasi prestasi kerja aparatur daripada sekedar meningkatkan kemampuan dan keahlian aparatur yang pada akhirnya akan masuk dalam lingkaran birokrasi yang tidak sehat.

Jenis-jenis pelayanan publik pada Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Sorong adalah sebagai berikut:

1. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta kelahiran.

2. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta perkawinan.

3. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta perceraian.

4. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta kematian.

5. Pencatatan pengakuan dan pengesahan anak.

6. Penerbitan tanda bukti pelaporan mengenai kelahiran, perkawinan, kematian dan perceraian yang terjadi diluar negeri.

7. Pencatatan ganti nama.

8. Pencatatan pengangkatan anak.

9. Pencatatan perubahan status kewarganegaraan.

10. Pencatatan perubahan/pembatalan akta.

11. Penerbitan duplikat/salinan akta.

12. Penerbitan surat keterangan.

13. Legalisasi akta catatan sipil.

Kantor Catatan Sipil sebagai salah satu instansi yang menyelenggarakan pelayanan publik khususnya yang berkaitan dengan penerbitan akta catatan sipil dituntut bekerja secara profesional serta mampu secara cepat merespon aspirasi dan tuntutan publik dan perubahan lingkungan lainnya dengan cara kerja yang lebih bersahaja dan berorientasi kepada masyarakat daripada berorientasi kepada atasan seperti yang terjadi selama ini dalam lingkungan birokrasi publik.

Kecenderungan rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan birokrasi, terjadi di semua organisasi atau birokrasi pemerintahan, sebagaimana juga yang sering kali dimuat dan diliput dalam berbagai media massa. Kecenderungan tersebut terjadi baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah, termasuk pada organisasi birokrasi pemerintahan daerah, pemerintah kota maupun pemerintah kabupaten, kecamatan dan kelurahan/desa.

Hal ini menjadi krusial ketika UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditetapkan dengan salah satu tujuannya adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan bisa memberikan pelayanan yang lebih prima kepada masyarakat.

Timbul pertanyaan apakah prilaku pegawai di Kantor Kependudukan dan Catan Sipil Kota Sorong telah membawakan fungsi pelayanan dan perlindungan kebutuhan dan kepentingan masyarakat/publik?. Realitas empirik saat ini menunjukan bahwa sikap dan tindakan birokrasi dalam pelayanan kepada masyarakat cenderung belum sesuai dengan yang diharapkan . Hal ini dapat dilihat dari sinyalemen, keluhan, kritik dan sorotan tajam dari masyarakat penerima pelayanan terhadap pelayanan publik di Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil.

Masalah yang terjadi dalam proses hubungan atau pelayanan antara birokrasi pemerintah dan masyarakat, berdasarkan beberapa sinyalemen atau kritikan di atas, memberi gambaran bahwa keberadaan birokrasi secara eksplisit dan implisit menjadi salah satu penyebab rendah dan kurangnya kualitas dalam pelayanan. Realitas empirik menunjukkan bahwa keberadaan birokrasi pemerintah belum menyadari fungsinya sebagai pelayan masyarakat, tapi ingin dilayani masyarakat.

Dalam penyelanggaraan pelayanan masyarakat sebagai salah fungsi pemerintahan oleh Bidang Kendudukan dan Catatan Sipil di lingkungan Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil, menarik untuk dibahas apalagi ketika menjadi sorotan bagi masyarakat akibat dari munculnya berbagai permasalahan dalam pelayanan mulai dari pembuatan KTP dan akta Capil[1], perijinan[2], sertifikat tanah[3] hingga penyediaan sarana dan prasarana umum dan sosial[4], hal ini bisa ditemukan dari ungkapan masyarakat melalui media massa.

Dari studi pendahuluan disimpulkan bahwa masyarakat yang pernah berurusan dengan Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil menyangkut berbagai kebutuhan layanan publik, perilaku birokrat dalam memberikan pelayanan cenderung memperlihatkan kurang ramah, kaku, kurang transparan, tidak tepat waktu, minta dilayani, biaya yang relatif mahal, diskriminatif antara yang kaya dan miskin, antara yang punya orang dalam dengan yang tidak punya.

Uraian-uraian diatas menjadi latar belakang pentingnya untuk mengkaji pengaruh Perilaku Aparatur dan Komunikasi Birokrasi terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil (Studi Pada Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Sorong).

1.2. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah seperti yang telah diuraikan di atas, dapat diidentifikasi masalahnya sebagai berikut :

1. Kualitas pelayanan yang diberikan oleh Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Sorong terasa masih belum maksimal oleh masyarakat

2. Perilaku aparat dalam memberikan pelayanan, dirasakan masih kurang optimal oleh masyarakat.

3. Komunikasi yang dilakukan birokrasi pada Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kantor Kependudukan dan catatan Sipil Kota Sorong termasuk aparaturnya dalam memberikan pelayanan masih terasa kurang efektif dan efisien.

1.3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti akan membatasi masalah penelitian pada hal-hal berikut :

1. Bagaimana pola perilaku aparatur terhadap kualitas pelayanan Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Sorong?

2. Bagaimana pola Komunikasi Birokrasi terhadap kualitas pelayanan Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Sorong?

3. Bagaimana pola perilaku aparatur dan Komunikasi Birokrasi terhadap kualitas pelayanan Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Sorong?

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka pernyataan masalah dirumuskan “Sejauhmana Kualitas Pelayanan Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Sorong baik aparaturnya maupun komunikasi birokrasi yang ditampilkan baik dan efektif sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Selanjutnya dari pernyataan masalah itu diturunkan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Seberapa besar pengaruh perilaku aparatur terhadap kualitas pelayanan Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Sorong?.

2. Seberapa besar pengaruh Komunikasi Birokrasi terhadap kualitas pelayanan Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Sorong?.

3. Seberapa besar pengaruh perilaku aparatur dan Komunikasi Birokrasi terhadap kualitas pelayanan Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Sorong?.

No comments: